PENDAHULUAN
Bagaimana
suatu bangsa dapat mengenal bangsa lain? Ada beberapa cara yang menyebabkan
suatu suku, bangsa, atau negara dapat mengenal budaya di luar suku, bangsa,
atau negaranya sendiri. pertama, melalui sarana perniagaan atau
kehidupan ekonomi. Kontak perdagangan ini merupakan kondisi tak terelakkan
dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang kian berkembang,
saling memerlukan barang dan jual-beli benda. kontak ini merupakan awal
terjadinya interaksi antar bangsa, terlebih setelah pesatnya kemajuan teknologi
komunikasi dan sarana alat transformasi. Seluruh pelosok daerah menjadi mudah
dijangkau dan pertukaran barangpun menjadi lancar sehingga para pelaku pasar
saling mengamati kebutuhan penduduk setempat. Adat istiadat lokal, termasuk
praktek pendidikan yang dilaksanakan di negara atau bangsa yang dikunjungi dapat
dikenal tanpa sengaja. Dari situ kemudian terjadilah kontak dengan budaya lain
di luar bangsanya. Pengamatan ini dalam jangka panjang dapat menjadi faktor
kuat terjadinya pembaharuan pendidikan suatu bangsa.
Kedua, melalui penaklukan atau peperangan. Umumnya
bangsa pemenang akan tampil sebagai penguasa, kadangkala diikuti dengan
perubahan mendasar dalam hal sistem kebijakan pendidikan yang berlaku
sebelumnya di negara yang ditaklukkan, meskipun kadang-kadang sistem dan
kebijakan pendidikan sebelumnya ada yang tetap dipertahankan. Ketika terjadi
imperialisme bangsa Barat terhadap negara berkembang, upaya pengenalan
pendidikan kolonial dilakukan dengan tujuan asosiasi budaya, seperti yang
pernah diterapkan olah Belanda terhadap Indonesia, Perancis terhadap Mesir,
atau Inggris terhadap India, Malaysia, dan lainnya.
Ketiga, adanya kontak antar negara melalui kerja
sama bilateral yang bersifat mutual-cooperation, baik dalam bentuk
pertukaran para ahli maupun pengembangan di bidang pengetahuan. Termasuk jalur
ini adalah pertukaran diplomatik, budaya, pelajar, mahasiswa, guru, dosen, atau
kerja sama luar negeri di bidang pendidikan (Abd. Rachman Assegaf, 2003:
24-25).
Kontak antar negara dalam bentuk kerja sama pengembangan
pendidikan secara langsung maupun tidak langsung akan sangat bermanfaat untuk
memperluas cakrawala terhadap pendidikan nasional dan diharapkan dapat
mengambil nilai-nilai positif dari negara tertentu untuk menunjang usaha
peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis
tertarik untuk mengkaji sistem pendidikan yang dikembangkan di Jepang dengan
membandingkannya dengan sistem pendidikan yang dikembangkan di Indonesia.
Perbandingan ini untuk melihat persamaan dan perbedaan sistem pendidikan yang dikembangkan
di kedua negara tersebut.
PERBEDAAN SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG DENGAN INDONESIA
A. Sistem Pendidikan Jepang
Peraturan
pendidikan di Jepang dapat dibedakan dalam dua periode, yaitu sebelum dan
sesudah perang Dunia II. Sebelum perang, kebijakan pendidikan yang berlaku
adalah Salinan Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan (Imperial Rescript on
Education). Dinyatakan bahwa para leluhur Kaisar terdahulu telah membangun
Kekaisaran dengan berbasis pada nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya
secara mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk kesetiaan
dan kepatuhan dari generasi ke generasi yang menggambarkan keindahannya. Itulah
kejayaan dari karakter Kaisar, dan ia juga telah mengendalikannya dengan
sumber-sumber berpendidikan. Pendidikan hendaknya mampu mengafiliasikan
seseorang kepada orang tuanya, suami isteri secara harmoni, sebagai sahabat
sejati, menjadi diri sendiri yang sederhana dan moderat, mencurahkan kasih
sayang kepada semua pihak, serta menuntut ilmu dan memupuk seni. Dari situlah
pendidikan tersebut dapat mengembangkan daya intelektual dan kekuatan moralnya
yang sempurna, selalu menghormati konstitusi, dan menjalankan hukum. Dalam
kondisi darurat sekalipun, diharapkan
dapat mempersembahkan keberanian demi negara, melindungi dan menjaga
kesejahteraan istana Kaisar seusia langit dan bumi. Maka, tidaklah menjadi
orang yang baik dan setia semata, melainkan mampu melanjutkan tradisi leluhur
yang amat mulia.
Sesudah perang, mulai 3 November 1946, konstitusi baru
Jepang menetapkan kebijakan pendidikannya atas dasar hak asasi manusia, jaminan
kebebasan berfikir, dan hati nurani, kebebasan beragama, kebebasan akademik,
dan hak bagi semua orang untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kemampuan
mereka. Pada Maret 1947, melalui Peraturan Pendidikan Nasional (School
Education Law) ditetapkan susunan dasar pendidikan keseluruhan atas dasar 6-3-3-4 beserta tujuan khusus pada tiap
jenjangnya (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 187-189).
Pada Maret 1947 juga berlaku Hukum Dasar Pendidikan (Fundamental
Law of Education) yang pada hakekatnya merupakan statement filsafat
pendidikan demokratis yang dalam banyak hal berbeda dengan Imperial Rescript
on Education. Misalnya, dalam hubungan antara warga dengan negara, dalam Imperial
Rescript on Education disebutkan
bahwa, Citizens have the duty to develop their intellectual and moral
faculties, observethe laws, and offer themselves courageously to the State in
order the quard and maintain the prosperity of Imperial throne (Imam
Barnadib, 1986: 53), (setiap warga memiliki kewajiban untuk mengembangkan daya
intelektual dan moral mereka, melaksanakan hukum dan mempersembahkan
keberaniannya demi negara untuk melindungi dan menjaga kesejahteraan istana
Kaisar). Sedangkan dalam Fundamental Law of Education disebutkan bahwa, Citizen
have the right to equal opportunity or receving education according to their
ability; freedom from discrimination on acaount of race, cree sex, social
status, economic position, or family origin; financial assistance, to the able
needy, academin freedom, and the responsibility to build a peaceful State and
society (Imam Banrnadib, 1986: 53), (Setiap warga memiliki kesempatan yang
sama menerima pendidikan menurut kemampuan mereka, bebas dari diskriminasi atas
dasar ras, jenis kelamin, status sosial, posisi ekonomi, asal usul keluarga,
bantuan finansial, bagi yang memerlukan, kebebasan akademik, dan tanggung jawab
untuk membangun negara dan masyarakat yang damai). Perbedaan yang lain adalah
mengenai tujuan pendidikan. Dalam Imperial Rescript on Education disebutkan
bahwa tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kesetiaan dan ketaatan bagi
Kaisar agar dapat memperoleh persatuan masyarakat di bawah ayah yang sama,
yakni Kaisar. Adapun tujuan pendidikan menurut Fundamental Law of Education adalah
untuk meningkatkan perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai
individu, dan menanamkan jiwa yang bebas.
Sistem pendidikan di Jepang dibangun atas empat tingkat,
yaitu: pusat, perfektual (antara Provinsi dan Kabupaten), municipal
(antara Kabupaten dan Kecamatan), dan sekolah. Sistem administrasi tersebut
menerapkan kombinasi antara sentralisasi, desentralisasi, Manajemen Berbasis
Sekolah (School Based Management), dan partisipasi masyarakat. Di
samping itu, terdapat asosiasi-asosiasi kepala sekolah, guru, murid, dan orang
tua yang mendukung pengembangan sekolah. Dalam sistem tersebut terdapat peran
dan hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, seklah,
asosiasi-asosiasi tersebut, dan masyarakat yang saling mengisi sehingga
tercipta sinergi yang memungkinkan sistem tersebut menjadi relatif efisien dan
efektif. Hal ini merupakan faktor utama pencapaian mutu pendidikan di Jepang
yang relatif tinggi (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 175).
Adapun sistem pendidikan umum di Jepang ditetapkan lebih
dari satu abad yang lalu dan keberadaannya berlangsung lebih lama dari pada
kebanyakan negara. Sistem pendidikan Jepang pada dasarnya adalah Sekolah Dasar
(SD) 6 (enam) tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 (tiga) tahun, Sekolah
Menengah Atas (SMA) 3 (tiga) tahun, Universitas 4 (empat) tahun, dan Lembaga
Pendidikan Tinggi 2 (dua) tahun. Wajib belajar adalah dari SD sampai SMP. Untuk
masuk SMA dan Universitas pada dasarnya harus mengikuti ujian masuk. Selain
sekolah tersebut, ada sekolah kejuruan atau sekolah khusus yang menampung
lulusan SD atau SMP. Sekolah ini mengajarkan keterampilan khusus (http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id09-01.html). Di samping beberapa jenjang pendidikan
tersebut, di Jepang juga terdapat program pendidikan prasekolah, baik dalam
bentuk Taman Kanak-Kanak (TK) maupun Play Group (PG).
Jika dilihat dari pengelola sekolah, dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu Sekolah Negeri adalah sekolah yang dikelola
pemerintah, Sekolah provinsi adalah sekolah yang dikelola pemerintah daerah,
Sekolah Swasta adalah sekolah yang dikelola badan hukum. Sedangkan apabila
dilihat dari tahun ajarannya, seklah dimulai bulan April dan berakhir pada
bulan Maret tahun berikutnya
B.
Tingkatan Pendidikan di
Jepang
1.
Pendidikan Prasekolah
Pendidikan
prasekolah dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu Kelompok Bermain (KB) atau Play
Group (PG) dan Taman Kanak-Kanak (TK).Play Group (PG) adalah merupakan
fasilitas yang disediakan bagi para orang tua yang bekerja sehingga tidak dapat
mengasuh anaknya di siang hari. Pendaftaran murid baru dimulai setiap awal
Januari. Permohoman untuk masuk ke PG ini dilakukan di kantor pemerintahan
setempat karena terbatasnya jumlah tempat untuk masuk ke kelompok bermain ini.
Biaya pengasuhan disesuaikan dengan pendapatan per kapita orang tua pada tahun
sebelumnya yang diatur pemerintah wilayah kota setempat (http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id11-04.html).
Lembaga ini
disebut Hoiku-jo (Pusat Perawatan Siang Hari), dan termasuk lembaga kesejahteraan
sosial, di samping juga berfungsi sebagai tempat pendidikan prasekolah. Peserta
yang masuk Hoiku-jo adalah bayi hingga anak usia 5 tahun. Mereka yang
berusia 3 tahun ke atas biasanya mendapat pendidikan seperti TK. Kebanyakan
pusat penitipan anak seperti ini dikelola oleh pemerintah daerah.
Abd. Rahman Assegaf (2003: 176-177) memaparkan bahwa TK
di Jepang menerima murid berusia 3 sampai 5 tahun untuk lama pendidikan 1
sampai 3 tahun. Anak berusia 3 tahun diterima dan mengikuti pendidikan selama 3
tahun, sedangkan anak berusia 4 tahun mengikuti pendidikan selama 2 tahun dan
bagi pendaftar berusia 5 tahun hanya menempuh pendidikan prasekolah selama 1
tahun. Lebih dari 50% TK di Jepang dikelola oleh swasta, sisanya oleh
pemerintah kota dan hanya sebagian kecil yang merupakan TK Negeri. Meski
demikian, semua TK adalah pendidikan prasekolah di bawah naungan Departemen
Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan Kebudayaan yang dikelola berdasarkan hukum
pendidikan (http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id09-02.html).
TK atau yang disebut youchien bertujuan untuk
mengasuh anak-anak usia dini dan memberikan lingkungan yang layak bagi
perkembangan jiwa anak. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa cara yang
dilakukan, antara lain: (1) Merancang pendidikan yang mengembangkan fungsi
tubuh dan jiwa secara harmoni melalui pembiasaan pola hidup yang sehat, aman,
dan menyenangkan; (2) Menumbuhkan semangat kemandirian, kehidupan berkelompok
yang penuh kegembiraan dan kerjasama; (3) Mengenalkan kehidupan sosial dan
membina kemampuan bersosialisasi; (4) Mengarahkan penggunaan bahasa dengan
benar serta menumbuhkan minat berkomunikasi dengan sesama; (5) Mengarahkan
minat untuk berkreasi melalui pembelajaran musik, permainan, menggambar dan
lain-lain.
Berpijak pada tujuan tersebut, TK menginterpretasikan
dalam silabus pembelajaran yang dimungkinkan sama di setiap sekolah. Contoh:
jam belajar sehari di TK di Sono Youchien, Iwakura, Aichi Prefecturte sebagai
berikut:
Nama Kelas |
Momiji 2 |
Umur:…th |
TTD
Kepsek
|
|
TTD
Guru
|
|
|
||||||||||||||||||||
Senin, 12-6-2006 |
Cuaca |
Nama Guru |
|
||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||
Pesan Mingguan
|
1.
Udara cerah, bermain di luar.
Jika hujan, kegiatan dilakukan di dalam kelas
2.
Latihan gerak dengan musik
yang menyenangkan.
3.
Menumbuhkan minat kepada
Tsuyu. (musim hujan, di bulan Juni, sebagian wilayah Jepang hujan)
|
||||||||||||||||||||||||||
Pesan Harian
|
1.Guru memberi contoh yang
baik.
2.Anak yang enggan bermain
disemangati.
|
||||||||||||||||||||||||||
Tujuan
Exercise
Hari ini
|
|
||||||||||||||||||||||||||
Jam
|
Kegiatan
|
Lingkungan dan Kondisi
Murid
|
Pesan/Tindakan
Guru
|
|
|||||||||||||||||||||||
8.50
|
Masuk
kelas
|
Taruh barang
di loker, kemudian duduk di bangku
|
Ucapan
(selamat pagi) dengan wajah gembira. Periksa keadaan murid satu per satu
sambil menanyakan kabar masing-masing anak
|
|
|||||||||||||||||||||||
9.05
|
Pengenalan
exercise hari ini
Absen
|
Ucapan selamat
di pagi hari, lagu dan absensi.
Kartu absen
diisi
|
Sambil
mengabsen, menanyakan perubahan
kondisi anak
|
|
|||||||||||||||||||||||
9.15
|
Break ke
toilet
|
Latihan cara
buang air sendiri, cebok, dan mencuci tangan dengan sabun
|
Memeriksa
apakah tata caranya sudah benar,
membenarkan yang salah
|
||||||||||||||||||||||||
9.20
|
Menyanyi
|
Ada anak yang
menyanyi dengan semangat, ada juga yang loyo
|
Sambil
memperhatikan keadaan anak satu per satu, mainkan piano sesuai dengan
kemampuan anak, juga ajarkan anak untuk menyesuasikan dengan suara temannya
(intinya bikin paduan suara yang bagus)
|
||||||||||||||||||||||||
9.45
|
Senam pagi
|
Senam di
halaman sekolah
|
|
||||||||||||||||||||||||
10.00
|
Masuk kelas
Copot kaus
kaki
|
Kaus kaki
dicopot, disatukan dan dimasukkan dalam loker
|
Perhatikan
apakah siswa mencopot kaus kaki dengan benar dan melipatnya/menggulungnya
dengan benar. berikan bantuan jika anak belum bisa melakukannya dengan baik.
|
||||||||||||||||||||||||
10.20
|
Ritmik
|
Ada anak yang
semangat, ada anak yang lemes
|
Dengarkan
ucapan Fujikawa sensei (guru ritmik yang memainkan piano didatangkan khusus),
dengarkan dengan baik nada yang muncul dan bimbing anak untuk mengikutinya
|
||||||||||||||||||||||||
10.45
|
Bermain
|
Pakai topi
merah, bermain di luar kelas/di kebun/halaman sekolah
|
Ikuti dan
amati anak-anak yang bermain kalau bisa arahkan, bantu mereka dalam bermain.
|
||||||||||||||||||||||||
11.45
|
Alat bermain
dirapikan, masuk kelas, bersiap makan
|
Cuci tangan
dan ugai (memasukkan air ke tenggorokan tapi tidak ditelan, untuk mencegah
batuk/pilek) sebelum masuk kelas, yang mau ke toilet dipersilahkan. Masuk ke
kelas dan mengeluarkan bento (bekal) masing-masing.
|
Periksa
perlengkapan makan anak
|
||||||||||||||||||||||||
12.00
|
Makan siang
|
Cara duduk
untuk makan yang benar
Apakah
perlengkapan makan anak lengkap, jika ada yang lupa bawa sendok atau sumpit,
siapkan
|
Perhatikan
cara makan, ajari cara menggunakan sumpit, sendok atau garpu. Usahakan acara
makan pun menyenangkan
|
||||||||||||||||||||||||
12.40
|
Gosok gigi
|
Gosok gigi di
luar kelas, di seputar kran air (letaknya di lantai 1 dengan bentuk
melingkar)
|
Perhatikan dan
ajari cara menggosok gigi yang benar.
|
|
|||||||||||||||||||||||
13.00
|
Game
|
Bermain
permainan tradisional atau modern. Ada anak yang berminat, ada yang tidak.
|
Perhatikan
kemampuan anak dalam bekerjasama, tumbuhkan rasa percaya diri anak yang
malu-malu.
|
|
|||||||||||||||||||||||
13.30
|
Bermain di
luar
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
14.00
|
Berkumpul,
bersiap untuk pulang
|
Cuci tangan,
ugai, pipis
Bersiap untuk
pulang
|
Ucapkan (besok
pun harus bersemangat ke sekolah) dengan gembira dan bersemangat
|
||||||||||||||||||||||||
14.25
|
Menyanyi lagu
salam perpisahan
|
Menyanyi
dengan gembira, tenang dalam berbaris.
Baris per kelas
di depan sekolah
|
Antarkan
kepulangan mereka dengan senyum, gembira dan ucapan-ucapan yang menyemangati
|
||||||||||||||||||||||||
15.00
|
Pulang
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
2. Pendidikan Wajib
Wajib sekolah
berlaku bagi anak usia 6 sampai 15 tahun, tetapi kebanyakan anak bersekolah
lebih lama dari yang diwajibkan. Tiap anak bersekolah di SD pada usia 6 tahun
hingga 12 tahun, lalu SMP hingga usia 15 tahun. Pendidikan wajib ini bersifat cuma-cuma
bagi semua anak, khususnya biaya sekolah dan buku. Untuk alat-alat pelajaran,
kegiatan di luar sekolah, piknik dan makan siang di sekolah perlu membayar
sendiri. namun bagi anak-anak dari keluarga yang tidak mampu mendapat bantuan
khusus dari pemerintah pusat dan daerah. Di samping itu ada juga bantuan untuk
kebutuhan belajar, perawatan kesehatan, dan lain-lain. Seorang anak yang telah
tamat SD diwajibkan meneruskan pendidikannya ke jenjang SMP. Dengan demikian,
sekolah wajib ditempuh selama 9 tahun; 6 tahun di SD dan 3 tahun di SMP (http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id09-03.html).
Hampir semua siswa di
Jepang belajar bahasa Inggris sejak tahun pertama SMP, dan kebanyakan
mempelajarinya paling tidak selama 6 tahun. Mata pelajaran wajib di SMP adalah
bahasa Jepang, ilmu-ilmu sosial, matematika, sains, musik, seni rupa,
pendidikan jasmani, dan pendidikan kesejahteraan keluarga. Berbagai mata
pelajaran tersebut diberikan pada waktu yang berlainan setiap hari selama
seminggu sehingga jarang ada jadwal pelajaran yang sama pada hari yang berbeda
(Abd. Rachman Assegaf, 2003: 177-178).
3. Pendidikan Menengah Atas
Ada tiga jenis
SMA, yaitu: full time, part time (terutama malam hari), dan tertulis.
Sekolah menengah yang full time berlangsung selama 3 tahun, sedangkan
kedua jenis sekolah lainnya menghasilkan diploma yang setara. Bagian terbesar
siswa mendapat pendidikan menengah atas di SMA full time. Jurusan di SMA
dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan pola kurikulum, yaitu
jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, home
economic, dan perawatan. Untuk masuk ke salah satu jenis sekolah tersebut,
siswa harus mengikuti ujian masuk dan membawa surat referensi dari SMP tempat
ia lulus sebelumnya.
Hampir semua SMP dan SMA
serta Universitas swasta menentukan penerimaan siswa melalui ujian masuk, dan
setiap sekolah menyelenggakan ujian masuk sendiri. Siswa yang ingin masuk
sekolah yang bersangkutan harus mengikuti ujian. Karena ujian masuk sangat
sulit, siswa kerap mengikuti les tambahan (bimbingan belajar) di juku atau
yobiko pada akhir pekan atau pada sore/malam hari biasa, selain
pelajaran sekolahnya (Abd Rachman Assegaf, 2003: 178-179).
4. Pendidikan Tinggi
Ada tiga jenis
lembaga pendidikan tinggi, yaitu: universitas, junior college (akademi),
dan technical college (akademi teknik). Di universitas terdapat
pendidikan sarjana (S-) dan pascasarjana (S-2 dan S-3). Pendidikan S-1
berlangsung selama 4 tahun, menghasilkan sarjana bergelar Bachelor’s degree,
kecuali di fakultas kedokteran dan kedokteran gigi yang berlangsung selama
6 tahun. Pendidikan pascasarjana dibagi dalam dua kategori, yakni Master’s
degree (S-2) ditempuh selama 2 tahun
sesudah tamat S-1dan Doctor’s degree (S-3) ditempuh selama 5 tahun.
Junior college memberikan pendidikan
selama dua atau tiga tahun bagi para lulusan SMA. Kredit yang diperlukan di junior
college dapat dihitung sebagai bagian dari kredit untuk memperoleh gelar Bachelor’s
degree (S-1). Lulusan sekolah menengah (setingkat SMP) dapat masuk ke technical
college (akademi teknik). Pendidikan di lembaga ini berlangsung selama 5
tahun (full time) untuk mencetak tenaga teknisi. Universitas dan junior
college memilih mahasiswanya berdasarkan hasil ujian masuk serta hasil
prestasi belajar dari SMA. Untuk sekolah negeri dan umum daerah, sejak tahun
1979 diberlakukan “tes gabungan kecakapan” yang seragam, sebagai tahap pertama
dari sistem ujian masuk. Tahap kedua berupa ujian masuk universitas yang
bersangkutan sebagai seleksi final.
Pendidikan tinggi di
Jepang berada di bawah pengelolaan tiga lembaga, yaitu pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan pihak swasta. Ada lima jenis pendidikan tinggi yang bisa
dipilih mahasiswa asing di negara Jepang ini, yaitu: program sarjana,
pascasarjana, diploma (non gelar), akademi, dan sekolah kejuruan. Program
sarjana menerima tiga macam mahasiswa, yaitu: mahasiswa reguler, mahasiswa
pendengar, dan mahasiswa pengumpul kredit. Mahasiswa reguler adalah mereka yang
belajar selama 4 tahun, kecuali jurusan kedokteran yang harus menempuh 6 tahun.
Mahasiswa pendengar adalah mahasiswa yang diijinkan mengambil mata kuliah
tertentu dengan syarat dan jumlah kredit yang berbeda di setiap universitas
tetapi kredit itu tidak diakui. Adapun mahasiswa pengumpul kredit hampir sama
dengan mahasiswa pendengar, tetapi kreditnya diakui.
Sedangkan program
pascasarjana terdiri atas program Master, Doktor, Mahasiswa Peneliti, Mahasiswa Pendengar, dan
Pengumpul Kredit. Mahasiswa Peneliti adalah mahasiswa yang diijinkan melakukan
penelitian dalam bidang tertentu selama 1 semester atau 1 tahun tanpa tujuan
mendapatkan gelar. Program ketiga adalah diploma, yang lama pendidikannya 2
tahun. Enam puluh persen dari program ini diperuntukkan bagi pelajar perempuan
dan mengajarkan bidang-bidang seperti kesejahteraan keluarga, sastra, bahasa,
kependidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Akademi atau special training
academy adalah lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan bidang-bidang
khusus, sepertiketerampilan yang diperlukan dalam pekerjaan atau kebidupan
sehari-hari dengan lama pendidikan antara 1 sampai 3 tahun. Adapun sekolah
kejuruan adalah program khusus untuk lulusan SMP dengan lama pendidikan 5 tahun
dan bertujuan membina teknisi yang mampu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 179-180).
Dengan demikian, sistem pendidikan
di Jepang dapat digambarkan dalam bagan berikut:
SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG
Usia
28
|
Pendidikan
Tinggi
|
Doctor’s
Degree
(S-3)
|
|
||
27
|
|||||
26
|
|||||
25
|
Fakultas
Kedokteran Gigi/ Kedokteran Hewan
|
|
|||
24
|
Master’s
Degree
(S-2)
|
||||
23
|
|||||
22
|
Pendidikan
Sarjana
(S-1)
|
Junior
College
(S-1)
|
|
||
21
|
|||||
20
|
Technical
college
|
||||
19
|
|||||
18
|
Pendidikan
Menengah
Atas
|
Sekolah
Menengah Atas
(SMA)
|
|||
17
|
|||||
16
|
|||||
15
|
Pendidikan
Wajib
|
Sekolah
Menengah Pertama
(SMP)
|
|||
14
|
|||||
13
|
|||||
12
|
Sekolah
Dasar
(SD)
|
||||
11
|
|||||
10
|
|||||
9
|
|||||
8
|
|||||
7
|
|||||
6
|
|||||
5
|
Pra
Sekolah
|
Taman
Kanak-Kanak
(TK)
dan Play Group (PG)
|
|||
4
|
|||||
3
|
A. Sistem Pendidikan Indonesia
India dan
Malaysia merupakan contoh bagi hadirnya pengaruh sistem pendidikan kolonial
Inggris atas kelanjutan sistem pendidikanyang berlaku di kedua negara tersebut.
beberapa praktek pendidikan yang dilaksanakan Inggris ternyata diteruskan, bisa
jadi karena dianggap masih relevan, baik oleh India maupun Malaysia. Pengalaman
yang sama bisa dipakai untuk menjelaskan akar sistem pendidikan yang berlaku di
Indonesia. Bedanya, meskipun pengaruh penjajahan Belanda di Indonesia telah
berlangsung selama tiga setengah abad, justru sistem pendidikan yang banyak
digunakan adalah masa kependudukan jepang. Sebut saja sistem penjenjangan
pendidikan di Indonesia pasca kemerdekaan. Ketika akhir pendudukan Jepang, pola
sistem penjenjangan yang berlaku adalah 6-3-3-4, begitu Indonesia merdeka
ternyata sistem penjenjangan ini diteruskan dengan menerapkan 6 tahun bagi SD,
3 tahun bagi SMP, 3 tahun bagi SMA, dan 4 tahun sampai 6 tahun bagi perguruan
tinggi. Tentu saja dengan menyebut kolonial tersebut bukan menunjukkan
totalitas karena terlalu banyaknya perbedaan yang dikembangkan oleh negara
bersangkutan setelah merdeka. Pasca kemerdekaan, sistem pendidikan di Indonesia
mengalami serangkaian transformasi dari sistem persekolahannya (Abd. Rachman
Assegaf, 2003: 267-268). Hal ini bisa dilihat dengan adanya perubahan
undang-undang tentang pendidikan, yaitu UU No.4 Tahun 1950 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia dan UU No.2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melalui undang-undang ini, maka
pendidikan nasional telah mempunyai dasar legalitasnya. Namun demikian
pendidikan nasional sebagai suatu sistem bukanlah merupakan suatu hal yang
baku. Suatu sistem merupakan suatu proses yang terus-menerus mencari dan
menyempurnakan bentuknya (H.A.R. Tilaar, 1999: 1). Meskipun demikian,
pendidikan di Indonesia selama ini belum mampu menghasilkan lulusan yang dapat
diandalkan dalam menciptakan lapangan kerja, bahkan lulusan yang dihasilkan
juga masih disanksikan kualitasnya.
Gerakan reformasi tahun
1998, menuntut diadakannya reformasi bidang pendidikan. Forum Rektor yang lahir
7 November 1998 di Bandung, juga mendeklarasikan perlunya reformasi budaya,
melalui reformasi pendidikan. Tuntutan reformasi itu dipenuhi oleh DPR-RI
bersama dengan pemerintah, dengan disahkan Undang-undang Sisitem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) tanggal 11 Juni 2003 (Anwar Arifin, 2003: 1).
Dalam Undang-undang
Sisdiknas Tahun 2003 disebutkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
B.
Tingkatan Pendidikan di
Indonesia
1. Pendidikan Prasekolah
Disebut
prasekolah karena anak pada usia antara 3 tahun sampai 5 tahun yang dimaksudkan
menjadi peserta pendidikan diarahkan untuk persiapan dan adaptasi bagi
pendidikan berikutnya di SD. Metode dan materi pelajarannya berpola learning
by doing, dengan memperbanyak permainan untuk meningkatkan daya kreativitas
anak. Itu sebabnya disebut dengan Taman Kanak-kanak (TK). Umumnya TK ini
terdiri dua tingkat, yaitu: TK Kecil usia 4 tahun dan TK Besar usia 5 tahun.
Namun tidak semua orang tua mengikuti ketentuan tersebut secara ketat. Di
antara mereka ada yang memasukkan anaknya langsung ke TK Besar selama setahun,
lalu ke SD menjelang anak berusia 6 tahun. Bahkan dalam kasus tertentu seorang
anak diterima masuk SD tanpa melewati pendidikan prasekolah ini.
Umumnya kegiatan belajar
di TK sederhana, materi pelajarannya berkisar pada pengenalan warna, benda,
huruf dan angka, selebihnya diberikan permainan dan keterampilan untuk
kreativitas anak, seperti menggunting, melipat, atau mewarnai (Abd. Rachman
Assegaf, 2003: 268-269). Namun demikian, kurang lebih mulai tahun 1990-an di
Indonesia juga mengembangkan Kelompok Bermain atau Play Group.
2. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun yang terdiri atas
program pendidikan 6 tahun yang diselenggarakan di SD dan 3 tahun di SMP.
Kurikulum pendidikan dasar menerapkan sistem semester yang membagi waktu
belajar satu tahun ajaran menjadi dua bagian waktu, yang masing-masing disebut
semester gasal dan semester genap. Kurikulum pendidikan dasar disusun untuk
mencapai tujuan pendidikan dasar. Kurikulum pendidikan dasar disusun untuk
mencapai tujuan pendidikan dasar. Kurikulum pendidikan dasar merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di SD
atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTS).
Padanan dari SD adalah MI,
sedangkan SMP adalah MTS. Bedanya, SD dan SMP berada di bawah Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas), sedangkan MI dan MTS di bawah Departemen Agama
(Depag). Di samping itu, komposisi kurikulum agamanya lebih banyak di MI dan
MTS dengan rasio 70% umum:30% agama, sedangkan di SD dan SMP hanya memberikan
pelajaran agama dua jam pelajaran dalam satu pekan. Jam belajar di SD lebih
panjang dari pada TK. Normalnya siswa masuk kelas pikil 07.00 dan pulang pada
pukul 12.00. Meskipun demikian, sebagian SD, terutama yang bernaung di bawah
ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU, menambah jam belajarnya, baik untuk
kegiatan ekstra kurikuler maupun pelajaran yang menjadi ciri khas ormas Islam
tersebut sehingga siswa bisa pulang sekolah pada pukul 13.30. Beberapa SD
unggulan kadang kala memperpanjang jam belajarnya hingga sore hari atau biasa
dikenal dengan full days school. Di sini siswa masuk mulai pukul 07.00
dan pulang pada pukul 16.00, sementara istirahat, sholat, makan siang
dimasukkan dalam program pendidikan oleh lembaga tersebut.
Isi kurikulum pendidikan dasar
memuat mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa
Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial,
Kerajinan Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa
Inggris, dan Muatan Lokal. SD menggunakan sistem guru kelas, kecuali untuk mata
pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, sedangkan SMP
menggunakan sistem guru bidang studi (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 269-270).
3. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah meliputi SMA, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
Madrasah Aliyah (MA), atau yang sederajat dengannya. Tujuan pendidikan menengah
adalah menungkatkan pengetahuan siswa dalam melanjutkan pendidikan pada jenjang
yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kesenian serta meningkatkan kemampuan siswa sebagai
anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya, dan alam sekitarnya.
Program pelajaran di SMA
dan kejuruan lebih luas dari pada pendidikan dasar. Program pengajaran umum
mencakup bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, dan Sastra Indonesia,
Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, Ilmu Pengetahuan Alam (Fisiska, Biologi, dan
Kimia), Ilmu Pengetahuan Sosial (Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi), dan
Pendidikan Seni. Sejak kurikulum 1994, program pengajaran di jenjang pendidikan
menengah ini diatur dalam program pengajaran khusus yang meliputi tiga jurusan,
yakni program Bahasa, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS). Program Pengajaran Khusus ini diselenggarakan di kelas II dan dipilih
oleh siswa sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Program ini dimaksudkan untuk
mempersiapkan siswa guna melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
dalam bidang pendidikan akademik ataupun pendidikan profesional dan
mempersiapkan siswa secara langsung atau tidak langsung untuk siap terjun ke
lapangan kerja.
Kurikulum SMA dan yang
sederajat menerapkan sistem semester yang membagi waktu belajar satu tahun
ajaran menjadi dua bagian waktu yang masing-masing disebut semester gasal dan
semester genap, sedangkan sistem pengejarannya memakai sistem guru bidang studi
(Abd. Rachman Assegaf, 2003: 272-273) .
4. Pendidikan Tinggi
Setelah
seorang siswa yang telah menamatkan studi di SMA atau yang setaraf dengannya,
apabila ia bermaksud untuk melanjutkan pendidikannya bisa memilih perguruan
tinggi manapun yang ada di Indonesia. Berbeda dengan sekolah menengah,
perguruan tinggi menerapkan sistem kredit semester (SKS). Di perguruan tinggi,
seorang mahasiswa jika dapat menghabiskan jumlah kredit mata kuliah yang
ditargetkan dan dapat menempuhnya dalam waktu tertentu sesuai dengan rencana
yang diprogramkan, mahasiswa tersebut dapat menyelesaikan pendidikan tinggi
Strata 1 (S 1) dalam waktu 4 tahun. Namun bila tidak sanggup karena banyak
mengulang mata kuliah yang rendah nilainya atau karena cuti, waktu yang
ditempuh untuk diwisuda sebagai seorang sarjana bisa lebih dari 4 tahun. Kalau
ia berhasil wisuda dan berniat melanjutkan studi lanjut, masih ada dua tahap
dalam pendidikan tinggi yang dapat ditempuhnya, yaitu jenjang S 2 atau Magister
yang normalnya ditempuh selama 2 tahun dan jenjang S 3 atau Doktor yang
efektifnya ditempuh selama 2 tahun, sedangkan sisanya untuk penelitian. Apabila
seluruh tahap pendidikan tinggi ini ditempuh, diberi gelar Doktor untuk bidang
yang dipilihnya. Jenjang ini mengakhiri karier akademik seseorang secara
formal.
Seperti halnya
di banyak negara lain, di Indonesia juga dikenal adanya perguruan tinggi negeri
yang dikelola langsung oleh pemerintah dan perguruan tinggi swasta. Dalam
realitasnya, pelajar Indonesia banyak yang mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) terlebih dahulu, baru menetapkan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Kesan sekolah negeri dan PTN lebih unggul dan absah serta dianggap lebih mudah
mendapat kerja masih melekat dan banyak diyakini oleh masyarakat. Padahal,
setelah peraturan Badan Akreditasi Nasional (BAN) untuk perguruan tinggi
diberlakukan dengan status terakreditasi dan nonterakreditasi,
sebenarnya PTN dan PTS diperlakukan sama. Bahkan, bisa jadi PTS mendapat nilai
lebih baik daripada PTN. Soal unggul dan jaminan kerja merupakan perkara yang
relatif. Perguruan tinggi sekedar menyiapkan pesertanya untuk bermasyarakat,
sedang keberhasilan itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Perguruan tinggi
diharapkan berfungsi sebagai agent of change bagi pola kehidupan
masyarakat modern. Sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi yang meliputi
pendidikan, penelitian dan pengabdian, pendidikan dilangsungkan dalam bentuk
perkuliahan di ruang kelas, penelitian atau riset dilakukan terutama oleh
mahasiswa semester akhir sebelum diwisuda (berupa penulisan skripsi, tesis,
ataupun disertasi), sedangkan pengabdian dilakukan dalam bentuk Kuliah Kerja
Nyata (KKN), atau kalau di universitas keguruan berupa Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL) (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 275-276).
Berpijak pada
paparan di atas, sistem pendidikan di Indonesia dapat digambarkan sebagaimana
dalam bagan berikut:
SISTEM PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
DALAM UU RI NO. 20 TAHUN 2003
Usia
24
|
Pendidikan
Tinggi
|
Doktor
(S-3)
|
Program
Doktor
(S-3)
|
Spesialis
II
(SP
II)
|
|
|||
23
|
Magister
(S-2)
|
Program
Magister
(S-2)
|
Spesialis
I
(SP
I)
|
|||||
22
|
Sarjana
(S-1)
|
Program
Sarjana
(S-1)
|
Diploma
4
(D-4)
|
|||||
21
|
Diploma
3
(D-3)
|
Diploma
2
(D-2)
|
Diploma
1
(D-1)
|
|||||
20
|
||||||||
19
|
||||||||
18
|
Pendidikan
Menengah
|
Madrasah
Aliyah (MA)
|
Sekolah
Menengah
Atas
|
Sekolah
Menengah Kejuruan
(SMK)
|
||||
17
|
||||||||
16
|
||||||||
15
|
Pendidikan
Dasar
|
Madrasah
Tsanawiyah
(MTs)
|
Sekolah
Menengah Pertama
(SMP)
|
|||||
14
|
||||||||
13
|
||||||||
12
|
Madrasah
Ibtidaiyah
(MI)
|
Sekolah
Dasar
(SD)
|
||||||
11
|
||||||||
10
|
||||||||
9
|
||||||||
8
|
||||||||
7
|
||||||||
6
|
||||||||
5
|
Pra-
Sekolah
|
Bustanul
Athfal
(BA)
Raudlatul
Athfal
(RA)
|
|
|||||
4
|
||||||||
3
|
|
|
Kelompok
Bermain (KB) atau Play Group (PG)
|
Kelembagaan Pendidikan Islam di Indonesia
Secara
historis Lembaga Pendidikan Islam (LPI) tertua yang ada di Indonesia adalah
pesantren. Terlepas dari pengaruh Hindu-Budha atau Arab, pesantren merupakan
produk interaksi dan akulturasi Islam dengan budaya lokal dalam konteks budaya
asli. Pesantren saat itu masih dalam bentuk sederhana, salaf, dan
non-klasikal. Lalu, dengan diperkenalkannya sekolah dalam bentuk klasikal oleh
pemerintah Belanda, muncullah madrasah sebagai counter institution yang
tidak hanya memuat pelajaran agama, tetapi juga pelajaran umum sebagaimana yang
dikembangkan oleh berbagai Ormas Islam saat itu. Selama periode Belanda dan
pendudukan Jepang, pendidikan Islam diorganisasikan oleh umat Islam sendiri
melalui sekolah swasta dan pusat-pusat latihan. Ketiga bentuk lembaga pendidikan
tersebut (pesantren, sekolah dan madrasah) eksistensinya tetap ada, bahkan
terus dikembangkan sampai pasca kemerdekaan R.I. hingga sekarang. Adapun
perguruan tinggi, baik PTU maupun PTAI, merupakan bentuk dan jenjang lanjutan
dari ketiga Lembaga Pendidikan Islam tersebut.
Institusi
pesantren, sekolah dan madrasah di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri,
yang bisa dibedakan satu sama lain, terutama dalam hal porsi materi pelajaran
agama serta afiliasinya dengan departemen terkait. Pesantren, misalnya memuat
materi agama secara dominan, sedangkan sekolah umum memberikan alokasi waktu
dua jam pelajaran agama dalam satu pekannya, sementara madrasah sebelum tahun
1975 meliputi materi agama 70% dan materi umum 30%, dan setelah SKB 3 Menteri
tahun 1975, komposisinya dibalik menjadi 30% materi agama dan 70% materi umum.
Meskipun demikian, khusus untuk madrasah ini, pada tahun 1986 diselenggarakan madrasah
pilot project yang mengikuti komposisi materi agama 70% dan materi umum
30%, seperti yang berlaku sebelum tahun 1975. Keberadaan madrasah pilot
project ini jumlahnya dibatasi pada beberapa daerah saja. Keberadaan
Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus (MAN PK) merupakan contoh konkret
implementasi dari kebijakan tersebut.
Adapun dalam
hal afiliasinya terhadap lembaga pemerintah, pesantren merupakan bentuk LPI
mandiri yang umum diselenggarakan oleh masyarakat. Karena itu, kurikulumnya
bisa berbeda antara satu pesantren dengan pesantren lainnya, sebab program
pendidikannya disusun sendiri. Sementara sekolah, mulai jenjang SD, SMP, SMA
hingga bentuk dan jenjang lanjutan di PT, saat ini berada di bawah Departemen
Pendidikan Nasional (Diknas). Adapun madrasah, baik MI, MTs, MA, maupun bentuk
lain jenjang lanjutnya, yakni PTAI, dikelola oleh Departemen Agama. Karena itu
kurikulum di sekolah dan madrasah bersifat sentral serta seragam secara
nasional meskipun dalam beberapa aspek terjadi desentralisasi kebijakan.
Perkembangan
kelembagaan PAI ditangani oleh Departemen Agama, melalui Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam (Dirjenbimbagais) yang dibentuk pada tahun
1978. Di sini diadakan kategorisasi kebijakan kelembagaan PAI dalam beberapa
jenis. Pertama, PAI yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagai
pendidikan jalur luar sekolah, misalnya pesantren. Kedua, PAI di
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Ketiga, PAI di lingkungan sekolah
umum (dari SD, SMP, sampai SMA) dan PAI di Perguruan Tinggi (Abd. Rachman
Assegaf, 2003: 275-276).
Pendidikan
Islam Di Jepang
Tak ada
catatan yang pasti kapan Islam pertama kali masuk ke Jepang. Meski agak
terlambat mengenal Islam, kini jumlah muslim di Jepang semakin bertambah.
Tragedi 11 September 2001 menjadi momentum penting banyaknya orang Jepang yang
masuk Islam. Dekan Fakultas Studi Islam di Universitas Takushoku Tokyo, Tayeb
El-Mokhtar Muto, menyatakan bahwa sikap toleran dan cara berpikir logis yang
dimiliki oleh masyarakat Jepang menjadikan mereka begitu dekat dengan karakter
dan nilai Islam. Hal ini terbukti dengan jumlah umat Islam di Jepang yang kian
hari kian banyak. Keberadaan Islam di Jepang bisa dibilang baru. Menurut data
Islamic Center Jepang, Islam sudah ada di Negeri Matahari Terbit itu sejak
1891. Namun data lain menyebutkan sejak 1887. Masjid tertua di Jepang sendiri
dibangun pertama kali di Kobe tahun 1935, dan kemudian Masjid Tokyo pada 1938.
Baru pada
zaman Restorasi Meiji tahun 1875, literatur-literatur tentang Islam yang
berasal dari Eropa dan Cina mulai diterjemahkan dan masuk ke Jepang. Salah satu
sumber lain menyebutkan bahwa bangsa Jepang mengenal Islam lewat bangsa Turki.
Kisahnya bermula dari peristiwa yang terjadi pada tahun 1890, ketika sebuah
kapal Turki bernama Ertogrul karam di perairan Jepang. Konon, dari 600-an awak
kapal, hanya 69 dari mereka yang selamat.
Menurut Tayeb
El-Mokhtar Muto, kebebasan beragama yang telah dinikmati oleh masyarakat Jepang
selama ini punya andil yang besar bagi diterimanya Islam di Jepang. Lebih dari
itu, budaya masyarakat Jepang yang toleran dan lebih mengutamakan akal dan
logika memudahkan kebenaran Islam diterima. Sebagai modal untuk berdakwah, Muto
meminta kepada semua yayasan Islam dunia, seperti Al-Azhar, Dewan Tinggi Urusan
Islam Kairo, Rabithah al-Alam al-Islami, untuk menyediakan buku-buku yang
menerangkan hakikat Islam dengan metode yang mudah dan sederhana dalam berbagai
bahasa dunia.
Kini, umat
Muslim di Jepang, khususnya Jepang tengah, makin mudah menunaikan ibadahnya
dengan selesainya pembangunan Masjid Gifu di kota Gifu, awal 2009, termasuk
rencana pendirian pusat budaya dan sekolah Islam internasional pertama di
Negeri Sakura tersebut. Jumlah masjid di Jepang diperkirakan mencapai sekitar
35 buah, namun ada juga yang menyebutkan jumlahnya sebanyak 50 masjid,
sementara jumlah populasi Muslim di Jepang sendiri sudah semakin bertambah.
Keberadaan masjid di Jepang sendiri masih terkonsentrasi di kota-kota besar,
seperti di Tokyo, Kobe, Nagoya, Osaka, Yokohama, Hiroshima dan Hokkaido.
Peresmian
Masjid Gifu sendiri dihadiri oleh Imam Masjidil Haram, Makkah, Syekh Salih bin
Humaid, yang juga meresmikan penggunaan masjid itu untuk publik Muslim di
Jepang. Menurut Ketua Working Group for Technology Transfer (WGTT), sebuah LSM
Indonesia di Jepang yang ikut hadir dalam acara tersebut, Fauzy Ammary,
sejumlah duta besar negara-negara Islam, seperti dari Saudi Arabia, Irak, Iran,
Mesir, Oman, Afghanistan, Syria, dan Pakistan juga hadir. Saat ini di Jepang
belum ada satu pun sekolah Islam yang permanen baik di tingkat sekolah dasar
maupun menengah. Pengajaran dan pendidikan Islam di Jepang selama ini masih
banyak dilakukan di masjid-masjid yang dibangun oleh kaum pendatang muslim.
Gifu sendiri
merupakan salah satu kantong Muslim terbesar di Provinsi Aichi, yang terkenal
sebagai kawasan industri otomotif Jepang. “Proyek pembangunan masjid ini
menelan biaya sebesar 129 juta yen atau setara 1,1 juta dolar AS,” kata Fauzy
Ammari. Menurut Fauzy, Masjid Gifu akan menjadi pusat perluasan syiar Islam di
kawasan Jepang tengah. Luas bangunan Masjid Gifu sebesar 351 meter persegi, dan
akan semakin diperluas dengan sekolah Islam dan pusat budaya, sehingga dapat
mendukung dan melengkapi kegiatan penyebaran pusat syiar Islam yang dilakukan
di Jepang.
Persamaan dan Perbedaan Pendidikan Jepang Dengan Indonesia
Dari kajian
sistem pendidikan di atas, penulis menemukan adanya beberapa persamaan dan
perbedaan sistem pendidikan yang diterapkan pada dua negara tersebut. Adapun
persamaannya:
1.
Sistem penjenjangan persekolahan pendidikan di kedua negara
tersebut sama-sama menggunakan pola 6-3-3-4, yaitu 6 tahun bagi SD, 3 tahun
bagi SMP, 3 tahun bagi SMA, dan 4 tahun di perguruan tinggi.
2.
Usia siswa yang belajar pada setiap jenjangnya ada yang sama,
yaitu pendidikan dasar 9 tahun antara usia 6-15 tahun, sekolah menengah atas
usia 16-18 tahun, dan pendidikan tinggi antara 19-25 tahun.
3.
Kedua negara tersebut mewajibkan belajar bahasa Inggris sejak
tahun pertama di SMP, dengan demikian siswa diharapkan mempunyai kemampuan yang
berwawasan internasional.
Sedangkan perbedaan yang menyolok pada sistem
pendidikan di kedua negara ini sebagai berikut:
1.
Dalam tujuan umum pendidikan Jepang mengutamakan perkembangan
kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individual, dan menanamkan jiwa
yang bebas. Sedangkan di Indonesia pendidikan bertujuan agar peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
2.
Jepang tidak memasukkan mata pelajaran pendidikan agama di
semua jenjang persekolahan (memisahkan pendidikan agama dengan persekolahan),
sedangkan di Indonesia pendidikan agama adalah mata pelajaran yang wajib untuk
setiap jenjang persekolahan.
3.
Dilihat dari kurikulum yang dikembangkan dapat dikemukakan
beberapa hal:
a.
Kurikulum TK di Jepang tidak membebani anak, karena anak
tidak dijejali materi-materi pelajaran secara kognitif tetapi lebih pada
pengenalan dan latihan ketrampilan hidup yang dibutuhkan anak untuk kehidupan
sehari-hari, seperti latihan buang air besar sendiri, gosok gigi, makan, dan
lain sebagainya. Sedangkan kurikulum di Indonesia telah berorientasi pada
pengembangan intelektual anak.
b.
Mata pelajaran level pendidikan dasar di Jepang tidak
seberagam yang dikembangkan di Indonesia, jumlahnya tidak banyak, sehingga
berbagai mata pelajaran tersebut diberikan pada waktu yang berlainan setiap
hari selama seminggu, maka jarang ada jadwal pelajaran yang sama pada hari yang
berbeda.
c.
Di Indonesia jarang ditemukan adanya mahasiswa peneliti,
lebih-lebih mahasiswa pendengar, sehingga yang ada mahasiswa reguler. Hal itu
terjadi barangkali karena orientasi belajar bagi mahasiswa Indonesia jauh
berbeda dengan mahasiswa Jepang.
4.
Pendidikan wajib di Jepang gratis bagi semua siswa, bahkan
bagi anak yang kurang mampu mendapat bantuan khusus dari pemerintah pusat
maupun daerah untuk biaya makan siang, sekolah, piknik, kebutuhan belajar,
perawatan kesehatan dan kebutuhan lainnya, sedangkan di Indonesia masih sebatas
slogan (kecuali di daerah tertentu, seperti kebijakan di Sukoharjo, tetapi baru
terbatas biaya sekolah saja).
5.
Sistem administrasi pendidikan di Jepang sudah lama
menerapkan kombinasi antara sentralisasi, desentralisasi, Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS), dan partisipasi masyarakat. Sedangkan di Indonesia baru dalam
proses peralihan dari sentralisasi ke desentralisasi dan juga diberlakukan MBS.
Di samping itu juga ada perbedaan kecil dalam hal mulai masuknya
anak pada pendidikan prasekolah, terutama di TK. Kalau di Jepang dimulai usia 3
tahun, sedang di Indonesia dimulai pada usia 4 tahun.
Kesimpulan
Dengan
mengkaji persamaan dan perbedaan tersebut, dapat dikemukakan beberapa hal
berikut:
- Kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih merupakan warisan kebijakan kolonial, sehingga belum sesuai dengan kebutuhan riil rakyat.
- Kebijaksanaan pendidikan di Indonesia sudah berubah, hal ini terjadi karena:
a.
Tidak bersandar pada filosofi yang kuat.
b.
Sangat dipengaruhi oleh aktor-aktor non utama, misalnya:
politik, LSM, media massa, pengamat pendidikan, organisasi massa, tokoh
perorangan dan perguruan tinggi.
- Pendidikan di Indonesia belum menemukan karakter bangsa dan belum mampu mempengaruhi ekonomi, politik maupun sosial budaya.
- Dengan mengacu pada tujuan pendidikannya, pendidikan di Jepang dapat membangun karakter bangsanya, yaitu kejujuran, kedisiplinan, ketaatan dan tanggung jawab, sedangkan di Indonesia masih sangat universal.
- Kurikulum yang dikembangkan belum sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak, terutama di tingkat TK dan SD, dan over load SMP dan SMA.
- Semangat belajar rakyat Indonesia yang masih lemah, sehingga kemauan belajar mereka banyak yang masih karena kebutuhan formalitas. Hal ini menjadikan sepinya mahasiswa peneliti menurut mahasiswa pendengar.
Berpijak pada
temuan di atas, guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, maka menurut
hemat penulis perlu dilakukan beberapa hal berikut:
- Kebijakan pendidikan yang diambil pemerintah seyogyanya bertumpu pada filosofi yang kuat.
- Dalam rangka mempererat pendidikan, pemerintah memberikan pendidikan gratis bagi semua peserta didik yang menempuh pendidikan dasar.
- Meningkatkan anggaran di bidang pendidikan untuk penambahan beasiswa bagi anak-anak yang kurang mampu.
- Menyederhanakan kurikulum, dalam arti tidak over load pada masing-masing jenjang pendidikan, dan pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan psikologis anak.
- Memantapkan sistem administrasi yang digunakan dalam mengelola lembaga-lembaga pendidikan.
Daftar Pustaka
Assegaf, Abd. Rachman.
2003. Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan di
Negara-Negara Islam dan Barat, Yogyakarta: Gama Media.
Arifin, Anwar. 2003. Memahami
Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang Sisdiknas, Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam.
Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa
Agenda Reformasi Pendidikan Nasional: Dalam Perspektif Abad 21, Magelang:
Indonesia Tera.
Barnadib, Imam. 1986. Dasar-Dasar
Pendidikan Perbandingan, Yogyakarta: Institute Press IKIP Yogyakarta.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),
Jakarta: Sinar Grafika.
http://murniramli.wordpress.com/2007/03/16/taman
–kanak-kanak-di-jepang/
http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id09-01.html
http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id09-02.html
http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id09-03.html
http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id11-04.html
Komentar
Posting Komentar