I.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya
bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik
secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara
optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai
jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK
Mendikbud No. 025/D/1995).
Adapun dalam dunia
pendidikan, bimbingan dan konseling juga sangat dipelukan karena dengan adanya
bimbingan dan konseling dapat mengantarkan peserta didik pada pencapai Standar
dan kemampuan profesional dan Akademis, perkembangan dini yang sehat dan
produktif, setra peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya.
Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni
proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat
dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang
penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara
individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah
dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan
konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan mengajar yang
layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan
ahli dalam konteks memandirikan peserta didik, sehingga ada beberapa ketentuan
dalam penyelenggaraannya. Maka dalam
hal ini untuk lebih jelasnya ,akan dikupas pembahasan berkenaan dengan pola
umum penyelenggaraan bimbingan konseling disekolah, dan akan dipersentasikan
sesuai dengan pemahaman dan informasi yang dimilik.
II.
PEMBAHASAN
POLA UMUM PENYELENGGARAAN BK DI SEKOLAH
A.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pada dasarnya, bimbingan merupakan pembimbing untuk membantu mengoptimalkan
individu. Bimbingan merupakan suatu alat untuk mendewasakan anak. Konseling
adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi
antara konselor dan konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu
membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya
sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada
seseorang dan atau sekelompok orang yang bertujuan agar masing-masing individu
mampu mengembangkan dirinya secara optimal, sehingga dapat mandiri dan atau
mengambil keputusan secara bertanggungjawab.
B. Sejarah Lahirnya Bimbingan dan Konseling Di Indonesia
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan)
pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960.
Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 –
24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP
Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP
Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP
Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan
dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan
Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah
Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan
dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan
guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA
Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal
formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang
Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan
pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di
sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah
dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun
1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi
pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP.
Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah,
kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua
terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga
lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di
sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK
Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan
diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru
Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah
mulai jelas.
1.
Pra Lahirnya Pola 17
Pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak
jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra
bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan
BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan
muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi
kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala
diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata
sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental,
BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau
”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara
pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa
saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil
pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi
semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes,
inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani
masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola
yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
a.
Belum
adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun
1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung
dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk
mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I
di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya
Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
b.
Semangat
luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No.
026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk
melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau
membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga
atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih
kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas.
Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari
guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran
untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan
tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah.
c.
Belum ada
aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana,
kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan
Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan
dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior,
guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya
untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar
tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing.
Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan
Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang
tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua
menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah
atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan
pelaksanaan pengawasannya.Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut
mengakibatkan:
1. Guru BP (sekarang Konselor Sekolah)
belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan
terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru
pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa
Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
2. Guru Pembimbing merangkap
pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta
berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang
berhalangan hadir.
3. Guru Pembimbing ditugasi sebagai
“polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi
peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau
baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
4. Kepala Sekolah tidak mampu melakukan
pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu
memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
5. Terjadi persepsi dan pandangan yang
keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing,
sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi
bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada
setiap sekolah di Indonesia.
2.
Lahirnya Pola 17
SK
Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yang menyangkut
bimbingan dan konseling adalah : 1. Istilah “bimbingan dan
penyuluhan” secara resmi diganti menjadi “bimbingan dan
konseling.” 2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru
pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan
demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau
sembarang guru. 3. Guru yang diangkat atau ditugasi untuk
melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka yang berkemampuan
melaksanakan kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran bimbingan dan
konseling selama 180 jam. 4. Kegiatan bimbingan dan konseling
dilaksanakan dengan pola yang jelas : a. Pengertian, tujuan, fungsi,
prinsip dan asas-asasnya. b. Bidang bimbingan : bimbingan pribadi,
sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan : layanan orientasi,
informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan
kelompok dan konseling kelompok.d. Kegiatan pendukung : instrumentasi,
himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Unsur-unsur
di atas (nomor 4) membentuk apa yang kemudian disebut “BK Pola-17” 5. Setiap
kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap
:a. Perencanaan kegiatanb. Pelaksanaan kegiatanc. Penilaian
hasil kegiatan
C.
Pola Umum Bimbingan dan Konseling
1) BK pola 17
Pola umum bimbingan dan konseling di sekolah sering
disebut dengan "BK pola 17", disebut BK pola 17 karena didalamnya
terdapat 17 (tujuh belas) butir pokok yang amat perlu diperhatikan dalam
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang mencakup bidang-bidang bimbingan,
jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
1. Bidang Bimbingan dan Konseling
Secara
keseluruhan penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki
spesifikasi tugas pada empat bidang bimbingan, yaitu :
a.
Bimbingan
Pribadi
Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling
bertujuan membantu peserta didik menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat
jasmani dan rohani.
b.
Bimbingan
Sosial
Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah berusaha membantu peserta didik mengenal dan berhubungan dengan
lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti, tanggung jawab kemasyarakatan
dan kenegaraan.
c.
Bimbingan
Belajar
Dalam bidang bimbingan belajar, pelayanan bimbingan dan konseling
membantu peserta didik untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan kebiasaan
belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan ketrampilan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mempersiapkan
peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau
untuk terjun ke lapangan pekerjaan tertentu.
d.
Bimbingan
Karier
Dalam bidang bimbingan karier, pelayanan bimbingan dan konseling
bertujuan membantu siswa dalam mengembangkan perencanaan masa depan kariernya,
sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kemampuannya.
2. Jenis Layanan Bimbingan dan
Konseling
Berbagai jenis layanan dan kegiatan perlu dilaksanakan sebagai wujud
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Semua
jenis layanan bimbingan dan konseling di sekolah mengacu pada keempat bidang
bimbingan dan konseling tersebut. Sedangkan bentuk dan isi layanan disesuaikan
dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
a.
Layanan
Orientasi
Layanan orientasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling dalam membantu
siswa untuk mengenal dan memahami lingkungan atau situasi yang baru dimasukinya
sehingga ia lebih mudah dan lancar dalam penyesuaian dirinya
b.
Layanan
Informasi
Layanan informasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta
didik.
c.
Layanan
penempatan dan penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran yaitu, layanan bimbingan dan konseling
yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat
sesuai dengan potensi, bakat dan minat serta kondisi pribadi misalnya,
penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, kegiatan co-ekstra
kurikuler dan sebagainya.
d.
Layanan
Pembelajaran
Layanan pembelajaran yaitu layanan bimbingan dan konseling dalam
membantu siswa mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, dapat
mengikuti dan memperoleh manfaat optimal dari kegiatan belajar mengajar di
sekolah, serta manfaat lain yang berguna bagi kehidupan dan perkembangannya.
e.
Layanan
Konseling Perorangan
Layanan konseling perorangan yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik mendapat layanan langsung tatap muka (secara
perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan
permasalahan pribadi yang dialaminya.
f.
Layanan
Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
demikian kepada sekelompok peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika
kelompok yang membantu mereka dalam program dan mengambil keputusan secara
tepat
g.
Layanan
Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan
pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, fungsi
utama dari layanan ini adalah fungsi pengentasan.
3. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan
Konseling
Selain kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang
telah dikemukakan di atas juga dapat dilakukan sejumlah kegiatan lain yang
disebut kegiatan pendukung. Kegiatan ini dilakukan untuk memungkinkan
diperolehnya data dan keterangan lain yang kan membantu kelancaran dan
keberhasilan kegiatan layanan terhadap peserta didik
Kegiatan pendukung yang pokok tersebut adalah :
b)
Aplikasi
Instrumentasi Bimbingan dan Konseling
Aplikasi instrumentasi ialah keseluruhan proses menyangkut pemanfaatan
instrumen, baik tes maupun non tes untuk menjaring data dan keterangan siswa
yang diperlukan dalam rangka bimbingan dan konseling atau layanan pengajaran
pada umumnya.
c)
Penyelenggaraan
Himpunan Data
Penyelenggaraan himpunan data ialah kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan
keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data perlu diselenggarakan secara
berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup
d)
Konferensi
Kasus
Konferensi kasus ialah suatu pertemuan yang secara spesifik membahas
permasalahan yang dialami peserta didik dalam suatu forum yang dihadiri oleh
berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan masukan (data/keterangan)
demi kejelasan dan kemudahan bagi terentaskannya masalah tersebut, pertemuan
ini bersifat terbatas dan tertutup.
e)
Kunjungan
Rumah
Kunjungan rumah ialah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling melalui
kunjungan kerumah peserta didik (klien), kegiatan ini memerlukan kerja sama
yang penuh antara orang tua dan anggota keluarga lainnya dengan guru pembimbing
f)
Alih
Tangan Kasus
Alih tangan kasus ialah kegiatan melimpahkan penanganan suatu kasus kepada
pihak lain yang dimiliki memiliki kemampuan dan kewenangan yang relevan dengan
isi masalah atau kasus tersebut.
4.
Perinsip BK 17
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau
landasan bagi pelayanan bimbingan dan konseling pola 17, yaitu:
a.
Bimbingan dan konseling
diperuntukkan bagi semua konseli.
Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli
atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria
maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan
yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari
pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada
perseorangan (individual).
b.
Bimbingan dan konseling sebagai
proses individuasi.
Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan
melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya
tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan
adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
c.
Bimbingan menekankan hal yang
positif.
Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang
negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang
menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan
sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan,
karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap
diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
d.
Bimbingan dan konseling
Merupakan Usaha Bersama.
Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi
juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran
masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
e.
Pengambilan Keputusan Merupakan
Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling.
Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan
pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan
informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya
dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan
bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan
menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk
membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang
harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampu-an
konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
f.
Bimbingan dan konseling Berlangsung
dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.
Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/
Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri,
lembaga-lembaga pemerintah / swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang
pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi,
sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
5.
Asas – Asas BK 17
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling
sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut:
a) Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut
dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang
menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu
sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
b) Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani
pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
c) Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan
bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan
tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi
dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat
terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada
diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat
terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura.
d) Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara
aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru
pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan
bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
e) Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk
pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli
yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri
sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan
bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian
konseli.
f) Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli
(konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa
depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan
kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
g) Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama
kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke
waktu.
h) Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik
yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan
pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan
konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
i)
Asas Keharmonisan, yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan
nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan,
adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan
atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila
isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu.
Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat
meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan
nilai dan norma tersebut.
j)
Asas Keahlian, yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal
ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah
tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan
jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode
etik bimbingan dan konseling.
j)Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli
(konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru
pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain,
atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan
kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
6. Bidang
– Bidang Bk 17
Ada 5 bidang yang disentuh oleh pelayanan BK pola 17 ini
yaitu:
a)
Bidang
pengembangan pribadi
Pelayanan BK membantu siswa menemukan dan memahami serta
mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakawa terhadap Tuhan YME, mandiri,
aktif, kreatif, serta sehat jasmani dan rohani.
b)
Bidang
pengembangan hubungan sosial
Pelayanan BK membantu siswa dalam proses sosialisasi
untuk mengenal dan berhubungan dengan lingkungan social yang dilandasi budi
pekerti luhur dan rasa tanggung jawab.
c)
Bidang
pengembangan kegiatan belajar
Pelayanan BK membantu siswa mengembangkan kebiasaan
belajar yang baik dalam menguasai pengetahuandan ketrampilan, serta
menyiapkannya untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.
d)
Bidang
pengembangan karir
Pelayanan BK membantu siswa mengenali dan mulai mengarahkan
untuk masa depan karir.
e)
Bidang
pengembangan kehidupan berkeluarga (biasanya di sekolah ini banyak yang tidak
dilaksanakan, karena mereka / pelajar masih belum terfikirkan kea rah ini).
7.
Tekhnik dan Pendekatan BK 17
a.
Bimbingan
kelompok
Bimbingan kelompok dapat dilaksanakan apabila:
1.
Ada
masalah yang dirasakan bersama oleh kelompok
2.
Ada
masalah yang dirasakan individu selaku anggota kelompok
Adapun bentuk khusus tekhnik bimbingannya dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a)
Home
room programe
Membuat suasana kelas seperti rumah dengan tujuan
mengenal siswa lebih baik sehingga dapat membantu secara efisien. Dilaksanakan
di kelas di luar jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap
perlu. Dapat diadakan secara periodic.
b)
Diskusi
kelompok
Untuk memecahkan masalah secara bersama. Misalnya masalah
belajar, perencanaan suatu kegiatan. Hal ini dapat mengembangkan harga diri
c)
Kegiatan
kelompok
Dapat memberi kesempatan kepada individu untuk
berpartisipasi dengan sebaik-baiknya.
b.
Bimbingan
Individu
Dalam membimbing individu yang sifatnya masalah peribadi
maka harus dilakukan dengan face to Face relationship, dengan Metode wawancara
antara konselor dan yang terkena kasus, serta Konselor harus bersikap penuh
simpati dan empati.
Adapun bentuk teknik penanganannya adalah dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a)
Directive
Counseling
b)
Konselor
paling berperan
c)
Konselor
berusaha mengarahkan konselee sesuai dengan masalahnya.
d)
Non-directive
Counseling
e)
Berpusat
pada konselee
f)
Konselor
hanya menampung pembicaraan yang berperan konselee
g)
Konselee
bebas bicara, sedangkan konselor menampung dan mengarahkan
h)
Eclective
Counseling (sedangkan tekhnik ini adalah tekhnik campuran dari keduanya)
2) Pola 17 Plus
1.
Lahirnya BK Pola 17 Plus
Sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK)
memperoleh perbendaharaan istilah baru yaitu BK Pola-17. Hal ini
memberi warna tersendiri bagi arah bidang, jenis layanan dan kegiatan
pendukung BK di jajaran pendidikan dasar dan menengah. Pada Abad ke-21,
BK Pola 17 itu berkembang menjadi BK Pola-17 Plus. Kegiatan BK ini
mengacu pada sasaran pelayanan yang lebih luas, diantaranya mencakup
semua masyarakat.
Layanan konsultasi merupakan salah satu jenis layanan dari BK Pola-17 Plus.
Layanan konsultasi dan layanan mediasi merupakan layanan hasil
pengembangan dari BK Pola 17 Plus. Dengan adanya pengembangan layanan
ini, maka layanan konsultasi dan layanan mediasi secara otomatis menjadi bidang
tugas konselor dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling, khususnya pelayanan BK
di sekolah.
2.
Pengertian BK 17 Plus
Pola bimbingan dan konseling pola 17+ adalah progam bimbingan dan
konseling / pemberian bantuan kepada peserta didik melalui, 6 bidang bimbingan,
9 layanan, dan 6 layanan pendukung yang sesuai dengan norma yang berlaku.
3.
Tujuan
Secara umum tujuan pola bimbingan dan konseling 17+ adalah
Memberikan arah kerja / sebagai acuan dan evaluasi kerja bagi guru BK /
konselor, membantu peserta didik mengenal bakat , minat , dan kemampuannya,
serta memilih dan menyesuaikan diri dengan kesempatan, pendidikan, dan
merencanakan karier yang sesuai dengan tuntutan kerja.
4.
Fungsi
a) Fungsi pemahaman, fungsi bimbigan dan konseling yang menghasilkan
pemahaman tentang diri siswa yang dapat digunakan dalam rangka pengembangan
siswa dan pemahaman tentang lingkungan.
b)
Fungsi pencegahan, fungsi
bimbingan dan konseling yang berupaya mencegah peserta didik agar tidak
mengalami sesuatu kesulitan atau pun menemui permasalahan yang dapat
mengganggu, menghambat dalam proses perkembangan peserta didik.
c)
Fungsi perbaikan, fungsi
bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik mengubah hal yang kurang
baik menjadi lebih baik serta dapat mengatasi berbagai permasalahan yang di
hadapi.
d)
Fungsi pemeliharaan, fungsi
bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk menjaga agar perilaku peserta
didik yang sudah baik jangan sampai rusak kembali.
e)
Fungsi pengembangan, fungsi
bimbingan dan konseling dalam membantu siswa untuk mengembangkan seluruh
potensi dan kekuatan yang dimiliki peserta didik.
f)
Fungsi penyaluran, fungsi
bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik untuk memilih dan
memantapkan penguasaan karier yang sesuai dengan bakat, minat, keahlian, dan
cirri-ciri kepribadian peserta didik.
g)
Fungsi penyesuaian, fungsi
bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik untuk dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan, keluarga, sekolah dan masyarakat secara optimal.
h)
Fungsi adaptasi, fungsi
bimbingan dan konseling yang membantu staf sekolah untuk mengadaptasikan
program pengajaran dengan minat, kemampuan, serta kebutuhan peserta didik.
5.
Layanan dan Strategi
a) Layanan orientasi, layanan yang di tujukan untuk peserta didik atau
siswa baru guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri terhadap lingkungan
sekolah yang baru dimasuki. Hasil yang diharapkan dari layanan ini adalah
peserta didik dapat menyesuaikan diri terhadap pola kehidupan sosial, kegiatan
belajar, dan kegiatan lain yang mendukung keberhasilannya.
b)
Layanan informasi. Layanan yang
bertujuan untuk membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan dan
pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan,
dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga, dan anggota
masyarakat. Layanan informasi berupaya memenuhi kekurangan seseorang akan
informasi yang dibutuhkan.
c)
Layanan penempatan dan
penyaluran, yaitu serangkaian kegiatan bimbingan dan konseling yang membantu
peserta didik agar dapat menyalurkan/menempatkan dirinya dalam berbagai program
sekolah, kegiatan belajar, penjurusan, kelompok, belajar,pilihan pekerjaan,
dll. Sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, serta kondisi fisik dan psikisnya.
d)
Layanan pembelajaran, yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan
sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan
kecepatan dan kesulitan belajarnya,serta berbagai aspek tujuan daan kegiatan
lainnya yang berguna untuk kehidupannya.
e)
Layanan konseling perorangan,
yaitu layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh pelayanan secara
pribadi melalui tatap muka dengan konselor atau guru pembimbingdalam rangka
pembahasan dan pengentasan masalah yang di hadapi peserta didik.
f)
Layana bimbingan kelompok,
yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik
secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari
narasumber tertentu.
g)
Layanan konseling kelompok,
yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik
mempero;eh kesempatan untuk membicarakan dan menyelesaikan permasalahan yang
dialami melaui dinamika kelompok, terfokus pada masalah pribadi.
h)
Layanan konsultasi, yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang di berikan kepada seseorang untuk
memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam
menangani atau membantu pihak lain.
i)
Layanan mediasi, yaitu layanan
bimbingan dan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak yang
sedang dalam keadaan tidak menemukan kecocokan sehingga membuat mereka saling
bertentangan dan bermusuhan.
6.
Bimbingan
a) Bimbingan pribadi, yaitu bidang layanan pengembangan kemampuan
mengatasai masalah-masalaah pribadi dan kepribadian, berkenaan dengan
aspek-aspek intelektual, afektif dan motorik.
b)
Bimbingan soaial, yaitu bidang
layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah social, dalam
kehidupan keluarga, disekolah, maupuin di masyarakat juga upaya dalam
berinteraksi dengan masyarakat.
c)
Bimbingan karier, yaitu layanan
yang merencanakan dan mempersiapkan masa depan karier peserta didik.
d)
Bimbingan belajar, yaitu
layanan untuk mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses
pembelajaran.
e)
Bimbingan keberagamaan, yaitu
layanan untuk memilih dan menganut kepercayaan sesuai dengan dirinya.
f)
Bimbingan keberkeluargaan,
yaitu layanan yang berkenaan dengan masalah keluarga.
7.
Kegiatan pendukung
a) Aplikasi instrumentasi, yaiitu kegiatan pendukung berupa pengumpilan data dan keterangan tentang
peserta didik dan lingkungan yang lebih luas yang dilakukan baik dengan tes
maupun non tes.
b)
Himpunan data, yaitu kegiatan
untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan
pengembangan peserta didik.
c)
Konferensi kasus, yaitu
kegiatan bimbingan dan konseling untuk membahas permaslahan yang dialami oleh
peserta didik dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak
yang diharapkan dapat meberikan penyelesaian.
d)
Kunjungan rumah, yaitu kegiatan
yang dilakukan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi
pemecaha masalah yang dialami peserta didik melalui kunjungan rumahnya.
e)
Alih tangan kasus, yaitu
kegiatan bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat
dan tuntas terhadap masalah yang di alami peserta didik dengan memindahkan
penanganan ke pihak yang lebih kompeten dan berwenang.
f)
Terapi kepustakaan. Yaitu
kegiatan pemecahan masalah dengan buku.
D. Landasan Hukum Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
1. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling (BK) di
sekolah merupakan bagian integral dari sistem pendidikan kita demi mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan bagi peserta didik untuk
mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin. Kehadiran BK di institusi
pendidikan sudah memiliki landasan yuridis formal dimana pemerintah telah
menyediakan payung hukum terhadap keberadaan BK di sekolah. Berikut disampaikan
peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait langsung dengan layanan BK di
sekolah.
2. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Kemudian mengenai pendidik diterangkan di Ayat 6 yaitu
dimana pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
3. Selanjutnya tentang fungsi dan tujuan pendidikan
dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 dinyatakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya tentang hak peserta didik
disebutkan dalam Bab 5 pasal 12 Ayat 1b dimana setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya.
4. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa pelayanan
konseling meliputi pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minat. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan
konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial,
belajar, dan pengembangan karir peserta didik. Kegiatan pengembangan diri
difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan
yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
5. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa
untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.
Kemudian penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan
konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.
6. Berikutnya dalam PP No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah dalam Bab 10 tentang Bimbingan diterangkan di Pasal 27
bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.
Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
7. PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan
Pasal 1 Ayat 2 diatur bahwa tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang
bertugas membimbing, mengajar, dan/atau melatih peserta didik. Seterusnya di
Ayat 3 dinyatakan bahwa tenaga pembimbing adalah tenaga pendidik yang
bertugas membimbing peserta didik. Pada Pasal 3 Ayat 2 dimana tenaga pendidik
terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
8. Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, Pasal 3 Ayat 2 menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok guru adalah
menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi
pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut
dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya di Pasal 5 Ayat 1c disebutkan bahwa salah satu bidang kegiatan guru
adalah bidang pendidikan, yang meliputi diantaranya melaksanakan proses belajar
mengajar atau praktek atau melaksanakan BK.
9. Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan BK di
sekolah, pemerintah melalui SK Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/P/1993 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Pembimbing dan Angka Kreditnya, serta SK
Mendikbud Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, menetapkan tugas guru
pembimbing (konselor sekolah) sebagai berikut: (1) menyusun program BK, (2)
melaksanakan BK, (3) mengevaluasi hasil pelaksanaan BK, (4) menganalisis hasil
evaluasi pelaksanaan BK, (5) tindak lanjut pelaksanaan BK. Adapun rincian dari
tugas tersebut diatas adalah sebagai berikut:
a.
Penyusunan
program BK adalah membuat rencana pelayanan BK dalam bidang bimbingan pribadi,
bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.
b.
Pelaksanan
BK adalah melaksanakan fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan
dan pengembangan dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan
belajar dan bimbingan karir.
c.
Evaluasi
pelaksanan BK adalah kegiatan menilai layanan BK dalam bidang bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbangan belajar dan bimbingan karier.
d.
Analisis
evaluasi pelaksanaan BK adalah menelaah hasil evaluasi pelaksanaan BK yang
mencakup pelayanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan pembelajaran serta
kegiatan pendukungnya.
e.
Tindak
lanjut pelaksanaan BK adalah kegiatan menindaklanjuti hasil analisis evaluasi
tentang layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok dan pembelajaran serta
kegiatan pendukungnya.
Secara umum tugas konselor sekolah adalah bertanggung jawab untuk
membimbing peserta didik secara individual sehingga memiliki kepribadian yang
matang dan mengenal potensi dirinya secara menyeluruh. Dengan demikian
diharapkan siswa tersebut mampu membuat keputusan terbaik untuk dirinya, baik
dalam memecahkan masalah mereka sendiri maupun dalam menetapkan karir mereka
dimasa yang akan datang ketika individu tersebut terjun di masyarakat. Tugas
konselor sekolah adalah menyelenggarakan pelayanan bimbingan yang meliputi:
bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar dan
bidang bimbingan karir yang disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa.
E. Penyelenggaraan Kegiatan
Bimbingan dan Konseling Disekolah
Bimbingan dan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan
maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam
bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan
dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No.
025/D/1995).
Pelaksanaan bidang Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini dikarenakan secara umum pendidikan di sekolah mencakup tiga bidang yaitu pengajaran, supervisi, dan administrasi serta layanan khusus yang mencakup bidang Bimbingan dan konseling.
Pelaksanaan bidang Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini dikarenakan secara umum pendidikan di sekolah mencakup tiga bidang yaitu pengajaran, supervisi, dan administrasi serta layanan khusus yang mencakup bidang Bimbingan dan konseling.
Dasar pertimbangan
atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya
landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara
optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
moral-spiritual).
Dalam konteks
tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah
peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan
pengarahan diri dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang
memayungi layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan
tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajemen.
Tujuan
penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah adalah tercapainya
perkembangan yang optimal bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya, agar
dapat menyesuaikan diri kepada lingkungan, tujuan tersebut terutama tertuju
pada siswa sebagai individu yang diberi bantuan. Akan tetapi tujuan bimbingan
di sekolah tidak terbatas bagi murid saja, melainkan juga bagi sekolah secara
keseluruhan. Dengan demikian Layanan bimbingan dan konseling diharapkan
membantu peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan
pengambilan keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta
didik; tidak hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk seluruh
peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta
didik tertentu atau yang perlu ‘dipanggil’ saja”, melainkan untuk seluruh
peserta didik.
Penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah terutama dibebanan kepada Guru Pembimbinga (SLTP, SMU dan SMK) dan kepada Guru Kelas. sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah terutama dibebanan kepada Guru Pembimbinga (SLTP, SMU dan SMK) dan kepada Guru Kelas. sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Konselor merupakan
personil yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
melaksanakan Bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan dan konseling (BK)
adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik baik secara perorangan maupun
kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam aspek pribadi, sosial,belajar
dan karir.
Dalam kaitannya
dengan hal diatas diperlukan tenaga yang benar-benar berkemampuan, baik
ditinjau dari personalitasnya maupun profesionalitasnya. Oleh karena itu ada
tiga modal yang sangat mempengaruhi keberhasilan bimbingan dan konseling, yaitu
modal personal, modal professional dan modal instrumental.
1.
Modal Personal
Modal dasar yang akan menjamin suksesnya penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah adalah berupa karakter personal yang ada dan
dimiliki oleh tenaga penyelenggara bimbingan dan konseling. Modal personal
tersebut adalah :
a)
Berwawasan luas, memiliki
pandangan dan pengetahuan yang luas, terutama tentang perkembangan peserta
didik pada usia sekoahnya, perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi/kesenian dan
proses pembelajarannya, serta pengaruh lingkungan dan modernisasi terhadap
peserta didik.
b)
Menyayangi anak, memiliki kasih
sayang terhadap peserta didik, rasa kasih sayang ini ditampilkan oleh Guru
Pembimbing/Guru Kelas benar-benar dari hati sanubarinya (tidak berpura-pura atu
dibuat-buat) sehingga peserta didik secara langsung merasakan kasih sayang itu.
c)
Sabar dan bijaksana, tidak
mudah marah dan atau mengambil tindakan keras dan emosional yang merugikan
peserta didik serta tidak sesuai dengan kepentingan perkembangan mereka, segala
tindakan yang diambil Guru Pembimbing/Guru Kelas didasarkan pada pertimbangan
yang matang.
d)
Lembut dan baik hati, tutur
kata dan tindakan Guru Pembimbing/ Guru Kelas selalu mengenakkan hati, hangat
dan suka menolong.
e)
Tekun dan teliti, Guru
Pembimbing/Guru Kelas setia menemani tingkah laku dan perkembangan peserta
didik sehari-hari dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan berbagai aspek yang
menyertai tingkah laku dan perkembangan tersebut.
f)
Menjadi contoh, tingkah laku,
pemikiran , pendapat dan ucapan-ucapan Guru Pembimbing/Guru Kelas tidak tercela
dan mampu menarik peserta didik untuk mengikutinya dengan senang hati dan suka
rela.
g)
Tanggap dan mampu mengambil
tindakan, Guru Pembimbing/Guru Kelas cepat memberikan perhatian terhadapa apa yang
terjadi dan atau mungkin terjadi pada diri peserta didik, serta mengambil
tindakan secara tepat untuk mengatasi dan atau mengantisipasi apa yang terjadi
dan mungkin apa yang terjadi itu.
h)
Memahami dan bersikarp positif
terhadap pelayanan bimbingan dan konseling, Guru Pembimbing/Guru Kelas memahami
tujuan serta seluk beluk layanan bimbingan dan konseling dan dengan bersenang
hati berusaha sekuat tenaga melaksanakannya secara professional sesuai dengan
kepantingan dan perkembangan peserta didik.
2.
Modal Profesional
Modal professional mencakup kemantapan wawasan, pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap dalam bidang kajian pelayanan bimbingan dan
konseling. Semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan dan atau pelatihan
khusus dalam program pendidikan bimbingan dan konseling. Dengan modal
professional itu, seorang tenaga pembimbing (Guru Pembimbing dan Guru Kelas)
akan mampu secara nyata melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling menurut
kaidah-kaidah keilmuannya, teknologinya dan kode etik profesionalnya.
Apabila modal personal dan modal profesional tersebut dikembangkan
dan dipadukan dalam diri Guru Pembimbing dan Guru Kelas serta diaplikasikan
dalam wujud nyata terhadap peserta didik yaitu dalam bentuk kegiatan dan
layanan pendukung bimbingan dan konseling, dapat diyakni pelayanan bimbingan
dan konseling akan berjalan dengan lancar dan sukses.
Tangan dingan dan terampil tenaga pembimbing yang menggarap lahan
subur di sekolah untuk pekerjaan bimbingan dan konselling, diharapkan akan
membuahkan para peserta didik yang berkembang secara optimal.
3.
Modal Instrumental
Pihak sekolah atau satuan pendidikan perlu menunjang perwujudan
kegiatan Guru Pembimbing dan Guru Kelas itu dengan menyediakan berbagai sarana
dan prasarana yang merupakan modal instrumental bagi suksesnya bimbingan dan
konseling, seperti ruangan yang memadai, perlengkapan kerja sehari-hari,
instrument BK dan sarana pendukung lainnya. Dengan kelengkapan instrumental
seperti itu kegiatan bimbingan dan konseling akan memperlancar dalam keberhasilannya
akan lebih dimungkinkan.
Disamping itu, suasana profesional pengembangan peserta didik secara menyeluruh perlu dikembangkan oleh seluruh personil sekolah. Suasana profesional ini, selain mempersyaratkan teraktualisasinya ketiga jenis modal tersebut, terlebih-lebih lagi adalah terwujudnya saling pengertian, kerjasama dan saling membesarkan diantara seluruh personil sekolah.
Disamping itu, suasana profesional pengembangan peserta didik secara menyeluruh perlu dikembangkan oleh seluruh personil sekolah. Suasana profesional ini, selain mempersyaratkan teraktualisasinya ketiga jenis modal tersebut, terlebih-lebih lagi adalah terwujudnya saling pengertian, kerjasama dan saling membesarkan diantara seluruh personil sekolah.
F.
Peran Kepala Sekolah Dalam Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
Keberhasilan program
layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya ditentukan oleh keahlian
dan ketrampilan para petugas bimbingan dan konseling itu sendiri, namun juga
sangat ditentukan oleh komitmen dan keterampilan seluruh staf sekolah, terutama
dari kepala sekolah sebagai administrator dan supervisor.
Sebagai
administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan
seluruh program sekolah, khususnya program layanan bimbingan dan konseling di
sekolah yang dipimpinnya. Karena posisinya yang sentral, kepala sekolah adalah
orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau peningkatan pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolahnya. Sebagai supervisor, kepala sekolah
bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program penilaian, penelitian dan
perbaikan atau peningkatan layanan bimbingan dan konseling. Ia membantu
mengembangkan kebijakan dan prosedur-prosedur bagi pelaksanaan program
bimbingan dan konseling di sekolahnya.
Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam Kusmintardjo, 1992) menguraikan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, sebagai berikut:
Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam Kusmintardjo, 1992) menguraikan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, sebagai berikut:
1. Memberikan support administratif, memberikan dorongan dan pimpinan
untuk seluruh program bimbingan dan konseling;
2. Menentukan staf yang memadai, baik segi profesinya maupun jumlahnya
menurut keperluannya;
3. Ikut serta dalam menetapkan dan menjelaskan peranan anggota-anggota
stafnya;
4. Mendelegasikan tanggung jawab kepada “guidance specialist” atau
konselor dalam hal pengembangan program bimbingan dan konseling;
5. Memperkenalkan peranan para konselor kepada guru-guru, murid-murid,
orang tua murid, dan masyarakat melalui rapat guru, rapat sekolah, rapat orang
tua murid atau dalam bulletin-buletin bimbingan dan konseling;
6. Berusaha membentuk dan menjalin hubungan kerja yang kooperatif dan
saling membantu antara para konselor, guru dan pihak lain yang berkepentingan
dengan layanan bimbingan dan konseling;
7. Menyediakan fasilitas dan material yang cukup untuk pelaksanaan
bimbingan dan konseling;
8. Memberikan dorongan untuk pengembangan lingkungan yang dapat
meningkatkan hubungan antar manusia untuk menggalang proses bimbingan dan
konseling yang efektif (dalam hal ini berarti kepala sekolah hendaknya
menyadari bahwa bimbingan dan konseling terjadi dalam lingkungan secara global,
termasuk hubungan antara staf dan suasana dalam kelas);
9. Memberikan penjelasan kepada semua staf tentang program bimbingan
dan konseling dan penyelenggaraan “in-service education” bagi seluruh staf
sekolah;
10. Memberikan dorongan dan semangat dalam hal pengembangan dan penggunaan
waktu belajar untuk pengalaman-pengalaman bimbingan dan konseling, baik klasikal,
kelompok maupun individual;
11. Penanggung jawab dan pemegang disiplin di sekolah dengan
memberdayakan para konselor dalam mengembangkan tingkah laku siswa, namun bukan
sebagai penegak disiplin. Sementara itu, Allen dan Christensen (dalam Kusmintardjo, 1992),
mengemukakan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah sebagai berikut:
a. Menyediakan fasilitas untuk keperluan penyelenggaraan bimbingan dan
konseling;
b. Memilih dan menentukan para konselor;
c. Mengembangkan sikap-sikap yang favorable di antara para guru, murid,
dan orang tua murid/masyarakat terhadap program bimbingan dan konseling;
d. Mengadakan pembagian tugas untuk keperluan bimbingan dan konseling,
misalnya para petugas untuk membina perpustakaan bimbingan, para petugas
penyelenggara testing, dan sebagainya;
e. Menyusun rencana untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan infomasi
tentang pekerjaan/jabatan;
f. Merencanakan waktu (jadwal) untuk kegiatan-kegiatan bimbingan dan
konseling;
g. Merencanakan program untuk mewawancarai murid dengan tidak
mengganggu jalannya jadwal pelajaran sehari-sehari.
Dari uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa tugas kepala
sekolah dalam pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah ádalah
sebagai berikut:
o
Staff selection. Memilih staf
yang mempunyai kepribadian dan pendidikan yang cocok untuk melaksanakan
tugasnya. Termasuk disini mengadakan analisa untuk mengetahui apakah diantara
staf yang ada terdapat orang yang sanggup melakukan tugas yang lebih spesialis.
o
Description of staff roles.
Menentukan tugas dan peranan dari anggota staf, dan membagi tanggung jawab.
Untuk menentukan tugas-tugas ini kepala sekolah dapat meminta bantuan kepada anggota
staf yang lain.
o
Time and facilities.
Mengusahakan dan mengalokasikan dana, waktu dan fasilitas untuk kepentingan
program bimbingan dan konseling di sekolahnya.
o
Interpretation of program.
Menginterpretasikan program bimbingan dan konseling kepada murid-murid yang
diberi pelayanan, kepada masyarakat yang membantu program bimbingan dan
konseling. Dalam menginterpretasikan program bimbingan dan konseling mungkin
perlu bantuan dari staf bimbingan dan konseling, tetapi tanggung jawab terletak
pada kepala sekolah sebagai administrator. (R.N. Hatch dan B. Stefflre, dalam
Kusmintardjo, 1992)
G.
Peranan Guru Bimbingan dan Konseling Dalam Penyelenggaraan Kegiatan
Bimbingan dan Konseling
Guru bimbingan dan
konseling/konselor memiliki tugas, tanggung jawab, wewenang dalam pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan
dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik
di sekolah/madrasah.
Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor yaitu membantu peserta didik dalam:
Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor yaitu membantu peserta didik dalam:
a. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat.
b. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan
sosial dan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat.
c. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk mengikuti pendidikan sekolah/madrasah
secara mandiri.
d. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil
keputusan karir.
H.
Peran Guru Kelas Dalam
Kegiatan Bimbingan Konseling Di Sekolah
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam
kegiatan BK, yaitu:
1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum;
2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal
pelajaran dan lain-lain.
3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta
reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya
(aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di
dalam proses belajar-mengajar.
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
7. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
proses belajar-mengajar.
8. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan
bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
III.
PENUTUP
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada
seseorang dan atau sekelompok orang yang bertujuan agar masing-masing individu
mampu mengembangkan dirinya secara optimal, sehingga dapat mandiri dan atau
mengambil keputusan secara bertanggungjawab
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada
setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan
salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat
FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960
Tetapi karena BK tersebut dijalankan dengan pola yang tidak jelas dan
terkesan negative, maka lahirlah BK pola 17 dengan petunjuk SK Mendikbud No.
025/1995. pelaksanaannya lebih terorganisir dan terencana.
Hal ini dimaksudkan agar memepunyai fungsi sebagai pencegahan, penyesuaian,
perbaikan dan pengembangan kepada peserta didik. Untuk mewujudkan hal tersebut
perlu kiranya disusunnya asas – asas BK yang sebagai pondasi dalam
melaksakannya. Asas itu antara lain: asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan,
keharmonisan, keahliayan dan alih tangan kasus.
Disamping itu, BK pola 17 mempunyai tujuh layanan, sehingga tidak terkesan
sebagai “rumah sakit jiwa siswa”. Artinya tidak selamanya siswa yang masuk BK
mengalami permasalahan berat/ pengacau sekolah tetapi BK pola 17 juga menjadi
bahan informasi bagi siswa untuk memperolah pendidikan.
Karena itu, BK pola 17 sangat efektif untuk dilaksanakan di setiap sekolah,
dan kalau perlu ditingkatkan, sehingga anak didik memperoleh pelayanan yang
terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2003.Pelayanan
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Gani, Ruslan
Abdul. 1995.Bimbingan dan konseling. Jakarta: Pamator Pressindo.
http;//Konselingindonesia.com
Samsu dan Juntika
N. 2005.Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Tri Hariastuti, Retno.2008.Dasar-Dasar Bimbingan Konseling.Unesa
University Press:Surabaya
Yusuf L.N, Syamsu.
2005.Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah / Madrasah.Bandung: CV Bani
Qureys.
Komentar
Posting Komentar